Perbedaan Skema MLM dengan Skema Piramida
Dalam praktik bisnis penjualan langsung (direct selling), istilah Multi-Level Marketing (“MLM”) dan skema piramida seringkali dipersamakan. Padahal keduanya merupakan skema penjualan yang berbeda, dimana skema penjualan MLM merupakan skema yang sah dan diatur di peraturan perundang-undangan di Indonesia, sedangkan skema piramida merupakan skema penjualan langsung yang dilarang berdasarkan peraturan perundang-undangan. Lalu apa yang membedakan keduanya?
Definisi MLM dan Skema Piramida
Ketentuan mengenai skema penjualan langsung diatur secara khusus di Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70 Tahun 2019 tentang Distribusi Barang Secara Langsung (selanjutnya disebut “Permendag 70/2019”). Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Permendag 70/2019, Penjualan Langsung secara Multi Tingkat (Multi Level Marketing) merupakan salah satu skema penjualan langsung melalui jaringan pemasaran berjenjang yang dikembangkan oleh Penjual Langsung yang bekerja atas dasar Komisi dan/atau Bonus berdasarkan hasil penjualan Barang kepada Konsumen. Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa skema penjualan MLM menekankan pada komisi yang didapatkan oleh penjual langsung dari perusahaan ketika melakukan penjualan barang kepada konsumen.
Sedangkan skema piramida didefinisikan sebagai kegiatan usaha yang bukan dari hasil kegiatan penjualan Barang tetapi memanfaatkan peluang keikutsertaan Penjual Langsung untuk memperoleh imbalan atau pendapatan terutama dari biaya partisipasi orang lain yang bergabung kemudian atau setelah bergabungnya Penjual Langsung tersebut (Pasal 1 angka 13 Permendag 70/2019). Sehingga dapat disimpulkan bahwa aspek yang ditekankan dalam skema piramida adalah pemberian imbalan ketika penjual langsung dapat merekrut lebih banyak orang atau anggota untuk bergabung dengan skema penjualan tersebut.
Persyaratan Berusaha Skema MLM
Perlu diperhatikan bahwa MLM merupakan Bidang Usaha Perdagangan Eceran, sehingga tidak dapat dijalankan secara bersamaan dengan Bidang Usaha Perdagangan Besar, sebagaimana diatur di dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perdagangan (“PP 29/2021”). Apabila Business Owners ingin melaksanakan usaha dengan skema penjualan langsung, Business Owners wajib memiliki SIUP Perdagangan Langsung yang dapat diurus melalui Online Single Submission (OSS) dengan KBLI 47999 (Perdagangan eceran bukan di toko, kios, kaki lima dan los pasar lainnya Yang Tidak Termasuk Dalam Lainnya (YTDL)). Selain itu pelaku usaha yang akan melakukan usaha di bidang penjualan langsung, juga wajib mengurus, yang pada pendaftarannya wajib memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Permendag 70/2019, yakni sebagai berikut:
- memiliki Hak Distribusi Eksklusif terhadap Barang yang akan didistribusikan melalui penjualan secara langsung;
- memiliki Program Pemasaran (Marketing Plan);
- memiliki kode etik;
- melakukan perekrutan Penjual Langsung melalui sistem jaringan; dan
- melakukan penjualan Barang secara langsung kepada Konsumen melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh Penjual Langsung.
Ketika melakukan kegiatan usaha perdagangan langsung, pelaku usaha perlu memperhatikan batasan-batasan yang diatur terutama dalam Pasal 51 PP 29/2021 jo. Pasal 21 Permendag 70/2019 yang melarang pelaku usaha penjualan langsung untuk:
- menawarkan, mempromosikan, mengiklankan Barang secara tidak benar, berbeda, atau bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya;
- menawarkan Barang dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan, baik fisik maupun psikis terhadap Konsumen;
- menawarkan Barang dengan membuat atau mencantumkan klausula baku pada dokumen dan/atau perjanjian yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen;
- menjual Barang yang tidak mempunyai tanda daftar dari instansi teknis yang berwenang, khususnya bagi Barang yang wajib terdaftar sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
- menjual Barang yang tidak memenuhi standar mutu Barang sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
- mengharuskan atau memaksa Penjual ketentuan ketentuan ketentuan Langsung untuk membeli Barang pada saat pendaftaran;
- menerima pendaftaran keanggotaan sebagai Penjual Langsung dengan nama yang sama lebih dari 1 (satu) kali;
- menarik dan/atau mendapatkan keuntungan melalui iuran keanggotaan atau pendaftaran sebagai mitra usaha secara tidak wajar;
- mengharuskan atau memaksa Penjual Langsung untuk membeli Barang dalam bentuk paket untuk mencapai peringkat tertentu;
- membayar Komisi dan/atau Bonus dari hasil iuran keanggotaan atau perekrutan Penjual Langsung;
- membayar Komisi dan/atau Bonus dari hasil iuran keanggotaan atau perekrutan Penjual Langsung;
- menjual atau memasarkan Barang yang tercantum dalam SIUP melalui saluran distribusi tidak langsung dan online marketplace;
- menjual langsung kepada Konsumen tanpa melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh Penjual Langsung;
- melakukan usaha yang terkait dengan penghimpunan dana masyarakat;
- membentuk jaringan pemasaran dengan menggunakan Skema Piramida;
- menjual dan/atau memasarkan Barang yang tidak tercantum dalam Program Pemasaran (Marketing Plan); dan / atau
- menjual Barang yang termasuk produk komoditi berjangka sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau Jasa.
Selain diatur dalam huruf pasal-pasal tersebut, larangan membentuk jaringan pemasaran dengan skema piramida juga diatur dalam Pasal 9 UU No 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan (“UU Perdagangan”) yang mengatur secara tegas bahwa Perusahaan dengan izin usaha penjualan langsung dilarang melakukan kegiatan usaha dengan membentuk jaringan pemasaran dengan skema piramida. Adapun skema piramida yang dimaksud memiliki kriteria yang diatur dalam Pasal 30 Permendag 70/2019, yakni sebagai berikut:
- Komisi dan/atau Bonus diperoleh dari iuran keanggotaan atau perekrutan Penjual Langsung;
- menerima pendaftaran keanggotaan sebagai Penjual Langsung dengan identitas yang sama dan hak usaha lebih dari 1 (satu) kali; atau
- Program Pemasaran (Marketing Plan) menghasilkan Komisi dan/atau Bonus ketika Perusahaan tidak melakukan penjualan Barang.
Dapat disimpulkan bahwa antara skema MLM dan piramida dapat bersinggungan satu sama lain, mengingat keduanya memiliki sistem perekrutan anggota. Namun yang membedakan keduanya yakni syarat pemberian imbalannya, dimana dalam sistem piramida, penjual menerima imbalan atas bergabungnya orang lain dalam skema penjualan langsung tanpa melakukan penjualan barang, sedangkan skema MLM memberikan imbalan atas penjualan yang dilakukan.
Sanksi Usaha dengan Skema Piramida
Pelanggaran terhadap skema penjualan langsung dapat dikenakan sanksi berupa sanksi administratif hingga sanksi pidana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan, yakni:
Pasal 31 Permendag 70/2019, yang mengatur:
“Perusahaan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, Pasal 21, Pasal 22 ayat (1), Pasal 23, dan Pasal 24 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis oleh Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi; atau
b. pencabutan SIUP.”
serta Pasal 106 PP 29/2021, yang mengatur bahwa:
“(1) Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, dikenai sanksi administratif;
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. teguran tertulis;
b. penarikan Barang dari Distribusi;
c. penghentian sementara kegiatan usaha;
d. penutupan Gudang;
e. denda; dan/atau
f. pencabutan Perizinan Berusaha.“
Perlu diingat bahwa pengenaan sanksi administratif dalam peraturan-peraturan tersebut tidak menghilangkan pertanggungjawaban pidana terhadap pelanggaran di bidang penjualan langsung. Terdapat beberapa sanksi pidana yang dikenakan kepada Pelaku Usaha Distribusi yang menerapkan sistem skema piramida, yang diatur dalam Pasal 105 UU Perdagangan, sebagai berikut:
“Pelaku Usaha Distribusi yang menerapkan sistem skema piramida dalam mendistribusikan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”
Selain itu, apabila pelaku usaha tidak memiliki KBLI dan SIUP untuk perdagangan langsung, maka pelaku usaha dapat dikenai sanksi administratif dari Kemendag dan sanksi pidana berdasarkan Pasal 46 angka 34 UU No 6/2023 tentang Cipta Kerja yang mengatur:
“(1) Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha Perdagangan tidak memenuhi Perizinan Berusaha di bidang Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”
Catatan:
Publikasi ini dimaksudkan semata-mata untuk tujuan informasi saja dan bukan merupakan nasihat hukum dalam bentuk apa pun. Penting untuk diperhatikan bahwa informasi yang diberikan dalam publikasi ini bersifat umum dan mungkin tidak dapat diterapkan pada situasi hukum tertentu. Oleh karena itu, sangat disarankan agar pengguna mencari nasihat dari profesional hukum yang berkualifikasi sebelum mengambil keputusan apapun berdasarkan materi yang terkandung dalam publikasi ini. Ketergantungan pada informasi ini merupakan risiko dan kebijaksanaan pengguna sendiri.
Comments are closed.