Penegahan Untuk Penegakan Hukum Dalam Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

Bincang MMP Law & Bea Cukai

PT BNL PATENT berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia (DJBC Kemenkeu RI) dalam memperingati hari HKI sedunia mengundang Senior Associate MMP Law, Merine Harie Saputri, S.H., M.Kn. sebagai narasumber dalam seminar Law Enforcement of Trademark Infrigement in Custom Area Pada Jum’at, 26 April 2024 di hotel Movenpick Surabaya yang mendiskusikan manfaat penegahan atas barang impor yang diduga melanggar Hak Kekayaan Intelektual. 

Kegiatan tersebut berlangsung penuh antusiasme dari para Pengusaha Ekpor-Impor, Akademisi dan Praktisi Kekayaan Intelektual karena didukung dengan pengalaman langsung dari para narasumber yakni Bapak Benny Muliawan, S.E., M.H., CPM. selaku Founder BNL Patent selaku Konsultan Kekayaan Intelektual, Bapak Sonny Surachman R. selaku Kasubdit Kejahatan Lintas Negara DJBC Kemenkeu RI, Bapak R. Tarto Sudarsono selaku Kepala Seksi Kejahatan Lintas Negara DJBC Kemenkeu RI dan Ibu Merine Harie Saputri, S.H., M.Kn. sebagai salah satu kuasa hukum dari PT Sukses Bersama Amplasindo yang menjadi Perusahaan Pertama di Indonesia yang melaksanakan Rakordasi (perekaman) dan Penegahan di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Utama Tanjung Priok pada tahun 2019. 

Dalam Kegiatan seminar tersebut Bapak Tarto Sudarsono menyampaikan jika “DJBC merupakan pintu awal dalam perlindungan HKI yakni perlunya pemilik merek/pemegang hak merek untuk melakukan rekordasi pada sistem CEISA, sehingga DJBC dapat berperan aktif dalam melakukan tindakan terhadap barang-barang impor yang diduga merupakan pelanggaran merek”. Saat ini, penegahan dapat diterapkan kepada 2 (dua) jenis hak kekayaan intelektual yakni merek dan hak cipta. Oleh karena itu, untuk meminimalisir kejahatan lintas negara khususnya masuknya produk impor yang diduga melanggar Kekayaan Inteletual milik pihak lain, maka dibutuhkan keaktifan dari Pihak Pengusaha untuk melakukan perekaman (rakordasi) pada sistem CEISA atas Hak Kekayaan Intelektual miliknya. 

Diskusi dilanjutkan dengan pemaparan dari Bapak Benny Muliawan, S.E., M.H., CPM. yang membahas mengenai pentingnya setiap pihak untuk mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual yang dimilikinya. Merek sebagai salah satu Kekayaan Intelektual yang mudah ditiru diharapkan mendapatkan perhatian khusus karena setiap penggunan merek pada label/ etiket merek harus sama seperti sertifikat merek,  meskipun itu hanya berbeda warna,  karena hal tersebut akan berpengaruh terhadap penegakan hukumnya, jangan sampai hanya karena sertifikat merek yang berbeda dengan penggunaannya, penegakan hukum tidak dapat dilakukan. Selain itu, Bapak Benny Muliawan meminta untuk dilakukan pengkajian ulang terhadap sistem klasifikasi barang di Bea Cukai yang menggunakan kode HS Code agar lebih diselaraskan dengan sistem klasifikasi barang di Direktorat Merek dan Indikasi Geografis yang berdasarkan NICE Class. Tak lupa sebagai Konsultan K.I., Bapak Benny Muliawan menyampaikan seyogyanya di kemudian hari ditinjau kembali definisi dari pemilik merek dan pemegang merek. “Harapannya kedepannya terdapat perubahan UU terkait pemegang hak merek dan pemegang lisensi sebagai subyek hukum yang dapat melakukan rekordasi dan tentunya mengajukan/melakukan upaya terhadap penindakan pelanggaran merek di Kepabeanan. “Terpentingnya yang menjadi catatan adalah kesepakatan lisensi merek yang telah dituangkan oleh para pihak, harus dicatatkan ke DJKI” ujar Bapak Benny Muliawan, Founder BNL & Konsultan Kekayaan Intelektual.

Pada diskusi penutup tidak kalah seru, karena membahas tentang proses Rakordasi dan Penegahan secara langsung yang dialami oleh Ibu Merine Harie Saputri, S.H., M.Kn. selaku kuasa hukum yang telah menjalani proses penegahan bersama DJCB Pada saat itu. Sebagai perwakilan dari principal, Ibu Merine dituntut dalam waktu 48 Jam menyelesaikan segala kelengkapan permohonan agar barang impor yang diduga melanggar tindak pidana HKI bisa ditegah (ditahan) di pelabuhan Tanjung Priok yang kemudian dilanjutkan dengan pengajukan  penetapan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat agar barang impor tersebut dapat diperiksa secara bersama-sama dengan pihak Pengadilan, Hakim, DJBC dan prinsipal. Kesulitan yang timbul saat itu adalah mengeluarkan Bank Garansi sebagai jaminan biaya operasional dan jaminan atas barang yang jumlahnya mengikuti besaran nilai barang importir yang akan ditegah. Pada saat itu, Ibu Merine beserta principalnya harus menyiapkan uang jaminan sebesar Rp100 juta rupiah dan Rp329 juta rupiah dalam waktu satu hari kerja. “Pada tahun 2020 lalu saat saya menjadi kuasa dan mau mengurus jaminan/garansi, itu memang belum banyak bank yang menjadi rekanan dalam hal mengurus jaminan/garansi untuk penindakan HKI. Harapannya bank-bank mulai dilibatkan peranannya secara aktif sebagai rekanan apabila ingin mengurus jaminan untuk penindakan HKI dikarenakan batas waktu yang mendesak untuk pengurusan penindakan HKI di DJBC” ujar Merine Harie Saputri, Advokat MMP Law. Tentunya penetapan bank garansi ini merupakan prasyarat wajib dari Perma No.6 Tahun 2019 tentang Perintah Penangguhan Sementara.

Acara ini diselenggarakan bertepatan dengan hari KI sedunia, dimana masyarakat diharapkan lebih mengetahui pentingnya perlindungan hak kekayaan intelektual saat ini. Selain itu, perlindungan atas kekayaan intelektual juga sangat penting agar terhindar dari terjadinya pelanggaran hak kekayaan intelektual.